SUMBER-SUMBER POKOK
Kitab Agama Tantra, Darsana dan Upanishad
Oleh :
Muhammad
Sapril
1111032100009
A. Kitab Tantra
Tantra adalah cabang
dari agama Hindu. Kebanyakan kitab-kitab Tantra masih dirahasiakan dan arti
sebenarnya dan yang sudah diketahui masih merupakan teka-teki. Kebanyakan
orang-orang Hindu, termasuk para sarjana besar, pada umumnya tidak
mendiskusikan Tantra.
Kata Sansekerta dari Tantra artinya "memperluas" (to expand). Berbeda dengan agama Hindu pada umumnya, sebagian dari Tantra percaya kepada kenikmatan hidup material. Tidak seorangpun mengetahui secara tepat kapan Tantra mulai atau Mahareshi mana yang memulainya. Bukti menunjukkan bahwa Tantrisme ada selama zaman Weda. Bahkan Sankara menyebut keberadaannya dalam bukunya Saundarya Lahari. Ada sekitar seratus delapan buku mengenai Tantra. Tantrisme dan Saktiisme hampir satu dan sama. Dalam Tantrisme, Istadewa yang dipuja adalah Siwa-Sakti, kombinasi dari Siwa dan saktinya Parwati.[1]
Kata Sansekerta dari Tantra artinya "memperluas" (to expand). Berbeda dengan agama Hindu pada umumnya, sebagian dari Tantra percaya kepada kenikmatan hidup material. Tidak seorangpun mengetahui secara tepat kapan Tantra mulai atau Mahareshi mana yang memulainya. Bukti menunjukkan bahwa Tantrisme ada selama zaman Weda. Bahkan Sankara menyebut keberadaannya dalam bukunya Saundarya Lahari. Ada sekitar seratus delapan buku mengenai Tantra. Tantrisme dan Saktiisme hampir satu dan sama. Dalam Tantrisme, Istadewa yang dipuja adalah Siwa-Sakti, kombinasi dari Siwa dan saktinya Parwati.[1]
Mengenai naskah Tantra
ada anggapan bahwa naskah atau kitab tersebut diberikan oleh dewa Siwa kepada
ummat Hindu untuk zaman Kali-yuga,
sekarang ini (satu Kalpa terbagi menjadi 1000 mahayuga dan setiap
mahayuga terdiri dari empat yuga, Krta-Yuga, Trata-Yuga, Dvapara-Yuga, dan
Kali-Yuga.) penyusunannya dilakukan oleh para Resi. Kitab ini penuh dengan
ajaran-ajaran rahasia dan silit dipahami maksudnya. Pada garis besarnya, isi
kitab Tantra merupakan dialog antara Siwa dengan sakti istrinya Parwati yang
menempati kedudukan terpenting sebagai inti kekuatan dewa.[2]
Bagian terbaik dari Tantra adalah pengetahuannya mengenai energi Kundalini yang luas yang belum dimanfaatkan di dalam tubuh manusia. Tantra juga melakukan penelitian mengenai ilmu kimia, astrologi, astronomi, palmistry (ilmu meramal melalui rajah tangan), cosmologi (ilmu tentang alam semesta, awal, perkembangan, dan akhirnya) dan bahkan teori atom. Mantra-mantra adalah hadiah dari Tantra kepada agama Hindu dan dunia. Yantra, sket-sket dan bentuk-bentuk geometral yang dihubungkan dengan Mantra, juga merupakan hadiah yang sama pentingnya dari Tantra kepada kemanusiaan.
Menurut Ttantra Saraf Yang Paling Penting
Menurut Tantra adalah tiga urat saraf yang peling penting, yaitu Sushumna, Ida dan Pinggala, mulai dari Muladhara Chakra, di dasar tulang belakang. Sushumna adalah yang paling penting dari semua saraf, atau Nadi, dan ia tidak kelihatan dan sangat halus. Ia bergerak melalui jaringan pusat dari tulang belakang dan bergerak jauh sampai titik paling atas dari kepala. Ida dan Pinggala bergerak paralel dengan Sushumna di sebelah kiri dan kanan dari saraf tulang belakang. Ida dan Pinggala bertemu dengan Sushumna di Ajna Chakra, titik yang terletak antara alis mata. Mereka berpisah lagi dan mengalir melalui sisi kiri dan kanan hidung.
chakra
Sepanjang Sushumna, ada tujuh pusat-pusat bathin (psychic centers) mulai dari Muladhara Chakra. Mereka tak dapat dilihat dengan mata telanjang. Mereka dipercaya berbentuk seperti bunga teratai dengan warna-warna yang berbeda, dan masing-masing mengendalikan kegiatan dari organ indriya yang berbeda.
Muladhara Chakra (pada dasar dari tulang belakang) memiliki empat daun bunga dan mengendalikan bau.
Swadishthana Chakra (pada dasar kelamin) memiliki enam daun bunga dan mengendalikan rasa.
Manipura Chakra (di seberang pusar) mempunyai sepuluh daun bunga dan mengendalikan pandangan.
Anahata Chakra (sejajar dengan hati) mempunyai duabelas daun bunga dan mengendalikan sentuhan.
Wisuddha Chakra (pada jakun kerongkongan) memiliki enam belas daun bunga dan mengendalikan pendengaran
Ajna Chakra (di antara alis) memiliki dua daun bunga dan mengendalikan pikiran
Sahasrara Chakra (terletak diatas titik paling atas dari kepala) mempunyai seribu daun bunga. Disini Yogi telah meperoleh Kesadaran Kosmis.[3]
Kundalini
Menurut Kitab-kitab Tantra, ada kekuatan hebat yang sangat rahasia di dalam tubuh manusia yang disebut kekuatan Kundalini atau kekuatan ular. Ia berbaring seperti seekor ular dalam gulungan atau bentuk yang tidak aktif pada dasar dari tulang belakang di Muladhara Chakra. (Tiga dari saraf yang paling penting dari tubuh manusia, Sushumna, Ida dan Pinggala, juga berawal dari titik yang sama). Menurut Tantra, karena kekuatan yang hebat ini tetap tidur (dormant) selama kehidupan seseorang, kebanyakan orang tidak menyadari keberadaannya. Dipercayai bahwa ketika seorang manusia mengembangkan spiritualitas dengan meditasi atau latihan Pranayama, kekuatan ini bangkit ke atas perlahan-lahan melalui saraf Sushumna. Bergeraknya ke atas secara perlahan dari kekuatan Kundalini ini dikenal sebagai kebangkitan dari Kundalini.
Kekuatan ini begerak ke atas secara perlahan-lahan dan mantap dan tidak melesat ke atas dalam satu garis lurus. Ketika melewati setiap pusat batin (psychic center), orang itu akan memiliki kendali penuh atas organ-organ indriyanya. Misalnya, bila ia mencapai Manipura Chakra di seberang pusar, orang itu akan mempunyai kendali penuh atas atas pandangan. Tidak ada Samadhi (persatuan dengan Tuhan) yang dapat dilakukan tanpa kebangkitan kekuatan ini. Dikatakan bahwa kekuatan Kundalini melewati keenam Chakra dan akhirnya bersatu dengan Sahasrara di atas (tiara, crown) dari kepala. Ketika ini terjadi orang tersebut telah mencapai kesadaran kosmis, bentuk tertinggi dari pengejawantahan (Tuhan).
Orang-orang Hindu jarang membicarakan tentang Tantra. Karena sifat erotik dari beberapa bagian kitab-kitab Tantra. Sayangnya, Tantra juga membahas masalah-masalah magi hitam (black magic) dan latihan-latihan yoga-seks antara pengikut wanita dan pria. Menurut Tantrisme, tindakan demikian itu akan membantu para penganut untuk menjelajahi indriya mereka dari pada ditundukkaan oleh mereka, dan untuk secara nyata mempergunakan energi seksual mereka untuk peningkatan spiritual. Penganut wanita yang ambil bagian dalam latihan-latihan erotik ini dianggap seorang Sakti. Terpisah dari apa yang kukatakan di atas, dalam banyak praktek Tantrik para penganutnya mengikut "Lima M." Yaitu Madya (anggur), Mamsa (daging), Matsya (ikan), Mudra (nasi keras) dan Maithuna (persatuan seksual). Selama pelaksanaan upacara tertentu, para penganut Tantra bahkan mengunakan obat-obatan dan kimia.
Salah satu dari praktek Tantrik dikenal dengan nama Chakra Pooja, atau "pemujaan melingkar" (circle worship). Dalam upacara ini sejumlah pasangan laki-laki dan wanita bertemu di tengah malam di tempat yang dipilih, misalnya sebuah kuburan dan melakukan "hubungan seks suci" (holy intercouse). Persatuan seks ini sangat rumit dan terperinci, mulai dengan tindakan-tindakan "pemujaan badan." Banyak dari ukiran dan lukisan erotik di India mengambarkan kegiatan-kegiatan Chakra Pooja ini. Sekalipun kebanyakan agama, termasuk agama Hindu (menurut Hukum Manu), melarang hubungan seks selama menstruasi, Tantra malah mendorongnya dengan keyakinan bahwa selama periode ini energi seorang wanita ada pada puncaknya. Ada Mudra atau gerak tangan yang khas Tantrisme, kebanyakan melambangkan kegiatan seksual. Bahkan lambang AUM tampak dalam banyak Tantra sebagai sebuah simbol mistik yang menekankan persatuan pria dan wanita. Tantrisme memiliki padanannya dalam Jainisme dan juga Buddhisme, yang memiliki empat aliran Tantra.
Keberadaan dari Tantra di India adalah contoh lain dari toleransi Hindu. Di dalam agama lain, proses berpikir seperti dalam Tantrisme sudah ditindas dengan kekerasan.[4]
B. Kitab Darsana
Menurut ummat Hindu,
beribu-ributahun lamanya para Resi dan Muni melakukan meditasi sehingga mampu
memperoleh inspirasi dan mampu menginterpretasikan atau menafsirkan
ajaran-ajaran Hindu secara terinci. Tafsiran tersebut nampak pada kalangan
ummat Hindu sebagai aliram-aliran atau mashab filsfat yang disebut dengan
Darsana.[5]
a. Hubungan Veda dengan Darśana
Veda merupakan sabda Brahman, wahyu Tuhan yang menjadi sumber ajaran dan peganggan
hidup agama Hindu, sedangkan Darśana pandangan para maharsi tentang kebenaran dan kemutlakan ajaran Veda dan alam semesta. Darśana Astika menjadikan Veda sebagai sumber kajian. Yang mana tujuan dari Darśana
adalah untuk memperkuat pemahaman terhadap ajaran suci yang terkandung dalam
Veda. Dengan mendalami Darśana, akan memberikan pencerahan (kejernihan) dalam
mendalami dan mengamalkan ajaran Veda.
b. Pokok-pokok ajaran Sad Darśana
1. Saṁkhya
Ajaran ini dibangun
oleh Maharsi Kāpila, beliau yang menulis Saṁkhyasūtra. Di dalam sastra Bhagavatapurāna disebutkan nama Maharsi Kāpila, putra Devahuti sebagai pembangun ajaran
Saṁkhya yang bersifat theistic. Karya sastra mengenai Saṁkhya yang kini
dapat diwarisi adalah Saṁkhyakarika yang di tulis oleh Īśvarakṛṣṇa. Ajaran Saṁkhya ini sudah sangat tua umurnya, dibuktikan dengan
termuatanya ajaran Saṁkhya dalam sastra-sastra Śruti, Smrti, Itihasa dan Purana.
Kata Saṁkhya berarti:
pemantulan, yaitu pemantulan filsafati. Ajaran Saṁkhya bersifat realistis
karena didalamnya mengakui realitas dunia ini yang bebas dari roh. Disebut dualistis
karena terdapat dua realitas yang saling bertentangan tetapi bisa berpadu,
yaitu purusa dan prakrti.
2. Yoga
Ajaran Yoga dibangun
oleh Maharsi Patanjali, dan merupakan ajaran
yang sangat populer di kalangan umat Hindu. Ajaran yoga merupakan ilmu yang
bersifat praktis dari ajaran Veda. Yoga berakar dari kata Yuj yang
berarti berhubungan, yaitu bertemunya roh individu (atman/purusa) dengan roh universal (Paramatman/Mahapurusa). Maharsi Patanjali mengartikan yoga sebagai Cittavrttinirodha
yaitu penghentian gerak pikiran.
Kitab Yogasutra, yang terbagi atas empat bagian dan secara keseluruhan mengandung 194
sutra. Bagian pertama disebut: Samadhipada, sedangkan bagian kedua
disebut: Sadhanapada, bagian ketiga disebut: Vibhutipada, dan
yang terakhir disebut: Kailvalyapada.
3. Mimamsa
Ajaran Mimamsa
didirikan oleh Maharsi Jaimini, disebut juga dengan nama lain Purwa Mimamsa. Kata Mimamsa berarti
penyelidikan. Penyelidikan sistematis terhadap Veda. Mimamsa secara khusus
melakukan pengkajian pada bagian Veda: Brahmana dan Kalpasutra. Sumber ajaran ini tertuang dalam Jaiminiyasutra. Kitab ini terdiri atas 12 Adhyaya (bab) yang terbagi kedalam 60 pada atau bagian, yang isinya adalah aturan tata upacara menurut Veda.
4. Nyaya
Ajaran Nyaya didirikan
oleh Maharsi Aksapada Gotama, yang menyusun Nyayasutra, terdiri atas 5 adhyaya (bab) yang dibagi atas 5 pada
(bagian). Kata Nyaya berarti penelitian analitis dan kritis. Ajaran ini
berdasarka pada ilmu logika, sistematis, kronologis dan analitis.
5. Vaisiseka
Ajaran Vaisiseka
dipelopori oleh Maharsi Kanada, yang menyusun Vaisisekasutra. Meskipun sebagai sistem filsafat pada awalnya berdiri sendiri, namun
dalam perkembangannya ajaran ini menjadi satu dengan Nyaya.
6. Vedanta
Ajaran Vedanta, sering
juga disebut dengan Uttara Mimamsa yaitu penyelidikan yang kedua, karena ajaran
ini mengkaji bagian Weda, yaitu Upanisad. Kata Vedanta berakar kata dari Vedasya
dan Antah yang berarti Akhir dari Weda. Sumber ajaran ini adalah kitab
Vedantasutra atau dikenal juga dengan nama Brahmasutra. Pelopor ajaran ini adalah Maharsi Vyasa, atau dikenal juga dengan nama Badarayana atau Krishna Dwipayana.[6]
C.
Kitab Upanishad
Agama upanishad menentang ajaran-ajaran agama Brahmana, terutama
mengenai ajaran korban. Agama ini didasarkan pada kitab-kitab Upanishad, yng
merupakan kitab Weda yang paling muda usianya. Jumlahnya sangat banyak, dan ada
yang merupakan tambahan bagi kitab-kitab Aranyaka. Isinya merupakan pemikiran
falsafiyang berkisar seputar arti dan tujuan hidup dan masalah yang berkaitan
dengan hakekat manusia dan alam semesta. Dari sini muncul beberapa konsep
ajaran pokuk agama Hindu, seperti konsep Brahman dan Atman.
Masalah asal-usul dan tujuan manusia serta alam semasta digali
secara mendalam dan mendasar dalam Upanishad. Isinya banyak yang tidak lagi
bersumber pada para Brahmana, bahkan kitab itu menjadi penentang utama terhadap
kekuasaan mutlak para Pendeta. Dibeberapa tempat Upanishad mengecam keras dan
mengutuk arti dan nilai korban serta ritus-ritus yang diselengerahkan oleh para
Brahmana.
Kitab-kitab Upanishad merupakan teks-teks India yang sangat
terkenal. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin berdasarkan versi
Persia (1801-1802), juga dalam bahasa Eropa lainnya, dan dianngap besar
pengaruhnya di kalangan ahli fikir Barat.
Istila Upanishad sendiri
berasal dari kata upa, ni dan shad: upani = dekat, di dekatnya;
dan shad = duduk. Jadi, Upanishad berarti “duduk dekat”, yaitu duduk di dekat
seorang guru untuk menerima ajaran dan pengetahuan yang lebih tinggi. Istila
ini selanjutnya menjadi nama agama. Kitab Upanishad berbentuk dialog antara
seorang guru dan muridnya, atau antara seorang Brahmana dengan Brahmana
lainnya. Kitab Upanishad adalah salah
satu bagian saja dari kitab-kitab Aranyaka yang isinya menekankan pada ajaran
rahasia yang bersifat mistik dan megis.[7]
D.
Daftar Pustaka
2.
Ali
Mukti. Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988
3.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sad_Darshana.
[1]
http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=1170&cat=
[2] Ali
Mukti. Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press,
1988. Hal. 58
[3]
http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=1170&cat=
[4]
http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=1170&cat=
[5] Ali
Mukti. Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press,
1988. Hal. 57
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Sad_Darshana.
[7] Ali
Mukti. Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press,
1988. Hal. 72, 73