Rabu, 05 Desember 2012

Gambar Peninggalan Kerajaan Hindu-Budha di India


Penggalian-penggalian di situs Mohenjodaro-Harappa, mengungkapkan bahwa pendukung peradaban ini telah memiliki tingkat peradaban yang tinggi. Dari bukti-bukti peninggalan yang didapat, kita memperoleh gambaran bahwa penduduk Mohenjodaro-Harappa telah mengenal adat istiadat dan telah mempunyai kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakatnya. Misalnya, banyak ditemukan amulet-amulet atau benda-benda kecil sebagai azimat yang berlubang-lubang, diasumsikan digunakan sebagai kalung. Lalu, ditemukan juga materai yang terbuat dari tanah liat, yang kebanyakan memuat tulisan-tulisan pendek dalam huruf piktograf, yaitu tulisan yang bentuknya seperti gambar.



Munculnya peradaban Harappa lebih awal dibanding kitab Veda, saat itu bangsa Arya belum sampai India. Waktunya adalah tahun 2500 sebelum masehi, bangsa Troya mendirikan kotaHarappa dan Mohenjondaro serta kota megah lainnya didaerah aliran sungai India. Tahun 1500 sebelum masehi, suku Arya baru menjejakkan kaki di bumi India Kuno.
Asal mula peradaban India, berasal dari kebudayaan sungai India, mewakili dua kota peninggalan kuno yang paling penting dan paling awal dalam peradaban sungai India, yang sekarang letaknya di kota Mohenjodaro, propinsi Sindu Pakistan dan kota Harappa dipropinsi Punjabi.





















Peradaban India Kuno
Penemuan kebudayaan di sungai India kuno, berawal pada abad ke-19 (tahun 1870), dan mulai dieksplorasi oleh bangsa Inggris. Hingga sekarang, penggalian kebudayaan sungai India kuno tidak pernah berhenti, bahkan menemukan lagi sebuah aliran sungai kuno lainnya, pada dua sisi aliran sungai kuno ini tidak sedikit ditemukan juga peninggalan kuno lainnya.

Kejayaan Sebuah Peradaban
Dianggap sebagai representasi arsitektur Hoysala, Candi Chennakeshava di Karnataka, India ini didedikasikan kepada dewa Hindu, Wisnu, dengan menara dan kuil. Seperti candi pada umumnya, setiap bagiannya memiliki filosofi tersendiri.


Dikenal juga dengan nama Dwarasamudra pada abad ke-12 dan 13, Halebeedu merupakan ibu kota Kerajaan Hoysala. Candi ini berlokasi di 30 km Hassan, Karnataka, India. Nama Dwarasamudra berasal dari hadirnya danau di samping Candi Hoysaleshwara. Dwara berarti pintu masuk, Samudra berarti lautan. Danau luas tersebut terlihat bagai lautan. Nama ini kemudian berubah menjadi Halebeedu (kota yang hancur) saat Kesultanan Moghul menghancurkannya tiga kali. Halebeedu merupakan candi terbaik dalam soal pembangunan dan arsitekturnya. Dibangun memakan waktu lebih dari seabad untuk menyelesaikannya.


Candi Seeyamangalam Pallava ini berlokasi di Seeyamangalam, 80 km dari Chennai, India. Dibangun oleh raja Pallava, Mahendrawarman I pada abad ke-7. Candi ini dibuat sebagai persembahan untuk Stambeshwara, bentuk lain Dewa Siwa.


Berlokasi di pusat India, Madhya Pradesh, Candi Chausat Yogini ini disebut juga sebagai Candi 64 Yogini. Berlokasi di atas bukit Bedaghat, 20 km dari Jabalpur. Candi ini dipersembahkan untuk Mahadewi Durga.


Candi Achyuta Rayas merupakan contoh terbaik candi dengan arsitektur Vijayanagara. Candi inilah yang terakhir tersisa sebelum kerajaannya jatuh. Candi ini menyerupai komplek kecil dan didedikasikan untuk Dewa Wisnu. Berlokasi di Hampi, India.


Angkor Wat. Ya, inilah candi Hindu terbesar di dunia. Sisa peradaban masa lalu terekam jelas di sini. Dibangun oleh Raja Suryawarman II pada abad ke-12, candi ini kemudian menjadi simbol Kamboja dan menjadi daya tarik utama di negeri tersebut.


Borobudur, dibangun pada abad ke-9 di masa pemerintahan Kerajaan Sailendra. Candi besar yang terletak di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia ini dihiasi dengan 2.672 panel relief dan 504 patung Buddha.
1. Peta India Kuno dan Jalur Penyebaran Agama Hindu
    a. peta india kuno

Peta "Bharatawarsha" (India Kuno) atau wilayah kekuasaan Maharaja Bharata

  b.Peradaban India kuno
India merupakan suatu jazirah menyerupai segitiga yang sangat luas. Sebagian besar wilayahnya berupa daratan, yang luasnya kurang lebih 32x wilayah pulau Jawa, atau 2x luas wilayah Indonesia. Di sebelah utara terdapat pegunungan tertinggi di dunia, yaitu Himalaya. Pegunungan ini membentang di sepanjang dua lembah sungai, yaitu lembah sungai Indus dan lembah sungai Gangga dan Sungai Brahmaputra. Lembah sungai Indus dikenal dengan daerah Punjab, yang berarti "daerah lima aliran sungai". Adapun daerah lembah sungai Gangga dan Brahmaputra disebut daerah Hindustan.


Kebudayaan Lembah Sungai Indus
Kira-kira 2500SM, di lembah sungai tersebutsudah dihuni manusia. Mereka sudah mengenal peradaban tinggi. Jawatan purbakala India pada tahun 1922 mengadakan penggalian di Mohenjodaro dan Harappa. Dalam penggalian tersebut banyak ditemukan benda purbakala dan bekas bangunan suatu kota yang berkebudayaan tinggi.
Kebudayaan tersebut adalah milik bangsa Dravida, yaitu penduduk asli India. Dilihat dari kesuburan tanahnya, bangsa Dravida hidup menetap dan bercocok tanam. Benda penggalian alat-alat pertanian tidak banyak ditemukan, namun yang banyak ditemukan adalah sisa-sisa bangunan.Kebudayaan lembah Indus kemudian terkenal dengan sebutan Kebudayaan Mohenjodaro dan Harappa.Bangsa Dravida menyembah banyak Dewa (politheisme). Hal ini terbukti dengan ditemukannya patung dewa dan dewi yang mirip dengan patung dewa Siwa.
   b. Jalur Penyebaran Agama Hindu ke Indonesia
Indonesia sebagai negara kepulauan letaknya sangat strategis, yaitu terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Indonesia dan Pasifik) yang merupakan daerah persimpangan lalu lintas perdagangan dunia.
Untuk lebih jelasnya, silahkan Anda amati gambar peta jaringan perdagangan laut Asia Tenggara berikut ini:


Peta jalur perdangan laut Asia Tenggara

Agama Hindu- Budha berasal dari India, kemudian menyebar ke Asia Timur. Asia Tenggara termasuk Indonesia.

Awal abad Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat (jalur sutera) tetapi beralih kejalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan antara Cina dan India melewati selat Malaka. Untuk itu Indonesia ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut.
Akibat hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara Indonesia dengan India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia.
Mengenai siapa yang membawa atau menyebarkan agama Hindu - Budha ke Indonesia, tidak dapat diketahui secara pasti, walaupun demikian para ahli memberikan pendapat tentang proses masuknya agama Hindu - Budha atau kebudayaan India ke Indonesia.


Untuk penyiaran Agama Hindu ke Indonesia, terdapat beberapa pendapat/hipotesa yaitu antara lain:
  1. Hipotesis Ksatria, diutarakan oleh Prof.Dr.Ir.J.L.Moens berpendapat bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria atau golongan prajurit, karena adanya kekacauan politik/peperangan di India abad 4 - 5 M, maka prajurit yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia, bahkan diduga mendirikan kerajaan di Indonesia.

  2. Hipotesis Waisya, diutarakan oleh Dr.N.J.Krom, berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum pedagang yang datang untuk berdagang ke Indonesia, bahkan diduga ada yang menetap karena menikah dengan orang Indonesia.

  3. Hipotesis Brahmana, diutarakan oleh J.C.Vanleur berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahmana karena hanyalah kaum Brahmana yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab suci Weda. Kedatangan Kaum Brahmana tersebut diduga karena undangan Penguasa/Kepala Suku di Indonesia atau sengaja datang untuk menyebarkan agama Hindu ke Indonesia.
Jadi hubungan dagang telah menyebabkan terjadinya proses masuknya penganut Hindu - Budha ke Indonesia. Beberapa hipotesis di atas menunjukan bahwa masuknya pengaruh Hindu - Budha merupakan satu proses tersendiri yang terpisah namun tetap di dukung oleh proses perdagangan.

Selasa, 04 Desember 2012


1.  Peradaban di India Zaman Peradaban Sungai IndusDaerah India merupakan salah satu tempat munculnya peradaban tertua di dunia khususnya di Asia. Daerah India merupakan suatu Jazirah Benua Asia yang disebut dengan nama anak benua. Di sebelah utara daerah India terbentang Pegunungan Himalaya yang menjadi pemisah India dengan daerah lainnya di Asia.  Perkembangan agama Hindu-Budha tidak dapat lepas dari peradaban lembah Sungai Indus, di India. Di Indialah mulai tumbuh dan berkembang agama dan budaya Hindu dan Budha. Dari tempat tersebut mulai menyebarkan agama Hindu-Budha ke tempat lain di dunia.Letak peradaban terbesar bangsa India adalah teletak di Mohenjodaro dan Harapa. Suku asli India adalah bangsa Dravida, yang kemudian eksistensinya sedikit demi sedikit tergusur loleh kedatangan bangsa Arya dari Asia Barat. Peradaban India sering disebut dengan peradaban sungai Indus yang dialiri oleh lima anak sungai yaitu; Yellum, Chenab, Ravi, Beas, Suttly yang kemudian terkenal dengan sebutan Punjab (Daerah lima Aliran Sungai).

2. Sistem Kepercayaan

Sistem kepercayaan masyarakat Lembah Sungai Indus bersifat politeisme atau memuja banyak dewa. Dewa-dewa tersebut misalnya dewa kesuburan dan kemakmuran (Dewi Ibu).Masyarakat lembah Sungai Indus juga menyembah binatang-binatang seperti buaya dan gajah serta menyembah pohon seperti pohon pipal (beringin). Pemujaan tersebut dimaksudkan sebagai tanda terima kasih terhadap kehidupan yang dinikmatinya, berupa kesejahteraan dan perdamaian.







Sabtu, 20 Oktober 2012



SUMBER-SUMBER POKOK
Kitab Agama Tantra, Darsana dan Upanishad


Oleh :
Muhammad Sapril
1111032100009





A.   Kitab Tantra
Tantra adalah cabang dari agama Hindu. Kebanyakan kitab-kitab Tantra masih dirahasiakan dan arti sebenarnya dan yang sudah diketahui masih merupakan teka-teki. Kebanyakan orang-orang Hindu, termasuk para sarjana besar, pada umumnya tidak mendiskusikan Tantra.

Kata Sansekerta dari Tantra artinya "memperluas" (to expand). Berbeda dengan agama Hindu pada umumnya, sebagian dari Tantra percaya kepada kenikmatan hidup material. Tidak seorangpun mengetahui secara tepat kapan Tantra mulai atau Mahareshi mana yang memulainya. Bukti menunjukkan bahwa Tantrisme ada selama zaman Weda. Bahkan Sankara menyebut keberadaannya dalam bukunya Saundarya Lahari. Ada sekitar seratus delapan buku mengenai Tantra. Tantrisme dan Saktiisme hampir satu dan sama. Dalam Tantrisme, Istadewa yang dipuja adalah Siwa-Sakti, kombinasi dari Siwa dan saktinya Parwati.[1]
Mengenai naskah Tantra ada anggapan bahwa naskah atau kitab tersebut diberikan oleh dewa Siwa kepada ummat Hindu untuk zaman Kali-yuga,  sekarang ini (satu Kalpa terbagi menjadi 1000 mahayuga dan setiap mahayuga terdiri dari empat yuga, Krta-Yuga, Trata-Yuga, Dvapara-Yuga, dan Kali-Yuga.) penyusunannya dilakukan oleh para Resi. Kitab ini penuh dengan ajaran-ajaran rahasia dan silit dipahami maksudnya. Pada garis besarnya, isi kitab Tantra merupakan dialog antara Siwa dengan sakti istrinya Parwati yang menempati kedudukan terpenting sebagai inti kekuatan dewa.[2]

Bagian terbaik dari Tantra adalah pengetahuannya mengenai energi Kundalini yang luas yang belum dimanfaatkan di dalam tubuh manusia. Tantra juga melakukan penelitian mengenai ilmu kimia, astrologi, astronomi, palmistry (ilmu meramal melalui rajah tangan), cosmologi (ilmu tentang alam semesta, awal, perkembangan, dan akhirnya) dan bahkan teori atom. Mantra-mantra adalah hadiah dari Tantra kepada agama Hindu dan dunia. Yantra, sket-sket dan bentuk-bentuk geometral yang dihubungkan dengan Mantra, juga merupakan hadiah yang sama pentingnya dari Tantra kepada kemanusiaan.

Menurut Ttantra Saraf Yang Paling Penting

Menurut Tantra adalah tiga urat saraf yang peling penting, yaitu Sushumna, Ida dan Pinggala, mulai dari Muladhara Chakra, di dasar tulang belakang. Sushumna adalah yang paling penting dari semua saraf, atau Nadi, dan ia tidak kelihatan dan sangat halus. Ia bergerak melalui jaringan pusat dari tulang belakang dan bergerak jauh sampai titik paling atas dari kepala. Ida dan Pinggala bergerak paralel dengan Sushumna di sebelah kiri dan kanan dari saraf tulang belakang. Ida dan Pinggala bertemu dengan Sushumna di Ajna Chakra, titik yang terletak antara alis mata. Mereka berpisah lagi dan mengalir melalui sisi kiri dan kanan hidung.

chakra
Sepanjang Sushumna, ada tujuh pusat-pusat bathin (psychic centers) mulai dari Muladhara Chakra. Mereka tak dapat dilihat dengan mata telanjang. Mereka dipercaya berbentuk seperti bunga teratai dengan warna-warna yang berbeda, dan masing-masing mengendalikan kegiatan dari organ indriya yang berbeda.
Muladhara Chakra (pada dasar dari tulang belakang) memiliki empat daun bunga dan mengendalikan bau.
Swadishthana Chakra (pada dasar kelamin) memiliki enam daun bunga dan mengendalikan rasa.
Manipura Chakra (di seberang pusar) mempunyai sepuluh daun bunga dan mengendalikan pandangan.
Anahata Chakra (sejajar dengan hati) mempunyai duabelas daun bunga dan mengendalikan sentuhan.
Wisuddha Chakra (pada jakun kerongkongan) memiliki enam belas daun bunga dan mengendalikan pendengaran
Ajna Chakra (di antara alis) memiliki dua daun bunga dan mengendalikan pikiran
Sahasrara Chakra (terletak diatas titik paling atas dari kepala) mempunyai seribu daun bunga. Disini Yogi telah meperoleh Kesadaran Kosmis.[3]

Kundalini
Menurut Kitab-kitab Tantra, ada kekuatan hebat yang sangat rahasia di dalam tubuh manusia yang disebut kekuatan Kundalini atau kekuatan ular. Ia berbaring seperti seekor ular dalam gulungan atau bentuk yang tidak aktif pada dasar dari tulang belakang di Muladhara Chakra. (Tiga dari saraf yang paling penting dari tubuh manusia, Sushumna, Ida dan Pinggala, juga berawal dari titik yang sama). Menurut Tantra, karena kekuatan yang hebat ini tetap tidur (dormant) selama kehidupan seseorang, kebanyakan orang tidak menyadari keberadaannya. Dipercayai bahwa ketika seorang manusia mengembangkan spiritualitas dengan meditasi atau latihan Pranayama, kekuatan ini bangkit ke atas perlahan-lahan melalui saraf Sushumna. Bergeraknya ke atas secara perlahan dari kekuatan Kundalini ini dikenal sebagai kebangkitan dari Kundalini.

Kekuatan ini begerak ke atas secara perlahan-lahan dan mantap dan tidak melesat ke atas dalam satu garis lurus. Ketika melewati setiap pusat batin (psychic center), orang itu akan memiliki kendali penuh atas organ-organ indriyanya. Misalnya, bila ia mencapai Manipura Chakra di seberang pusar, orang itu akan mempunyai kendali penuh atas atas pandangan. Tidak ada Samadhi (persatuan dengan Tuhan) yang dapat dilakukan tanpa kebangkitan kekuatan ini. Dikatakan bahwa kekuatan Kundalini melewati keenam Chakra dan akhirnya bersatu dengan Sahasrara di atas (tiara, crown) dari kepala. Ketika ini terjadi orang tersebut telah mencapai kesadaran kosmis, bentuk tertinggi dari pengejawantahan (Tuhan).

Orang-orang Hindu jarang membicarakan tentang Tantra. Karena sifat erotik dari beberapa bagian kitab-kitab Tantra. Sayangnya, Tantra juga membahas masalah-masalah magi hitam (black magic) dan latihan-latihan yoga-seks antara pengikut wanita dan pria. Menurut Tantrisme, tindakan demikian itu akan membantu para penganut untuk menjelajahi indriya mereka dari pada ditundukkaan oleh mereka, dan untuk secara nyata mempergunakan energi seksual mereka untuk peningkatan spiritual. Penganut wanita yang ambil bagian dalam latihan-latihan erotik ini dianggap seorang Sakti. Terpisah dari apa yang kukatakan di atas, dalam banyak praktek Tantrik para penganutnya mengikut "Lima M." Yaitu Madya (anggur), Mamsa (daging), Matsya (ikan), Mudra (nasi keras) dan Maithuna (persatuan seksual). Selama pelaksanaan upacara tertentu, para penganut Tantra bahkan mengunakan obat-obatan dan kimia.

Salah satu dari praktek Tantrik dikenal dengan nama Chakra Pooja, atau "pemujaan melingkar" (circle worship). Dalam upacara ini sejumlah pasangan laki-laki dan wanita bertemu di tengah malam di tempat yang dipilih, misalnya sebuah kuburan dan melakukan "hubungan seks suci" (holy intercouse). Persatuan seks ini sangat rumit dan terperinci, mulai dengan tindakan-tindakan "pemujaan badan." Banyak dari ukiran dan lukisan erotik di India mengambarkan kegiatan-kegiatan Chakra Pooja ini. Sekalipun kebanyakan agama, termasuk agama Hindu (menurut Hukum Manu), melarang hubungan seks selama menstruasi, Tantra malah mendorongnya dengan keyakinan bahwa selama periode ini energi seorang wanita ada pada puncaknya. Ada Mudra atau gerak tangan yang khas Tantrisme, kebanyakan melambangkan kegiatan seksual. Bahkan lambang AUM tampak dalam banyak Tantra sebagai sebuah simbol mistik yang menekankan persatuan pria dan wanita. Tantrisme memiliki padanannya dalam Jainisme dan juga Buddhisme, yang memiliki empat aliran Tantra.

Keberadaan dari Tantra di India adalah contoh lain dari toleransi Hindu. Di dalam agama lain, proses berpikir seperti dalam Tantrisme sudah ditindas dengan kekerasan.[4]
B.   Kitab Darsana
Menurut  ummat Hindu, beribu-ributahun lamanya para Resi dan Muni melakukan meditasi sehingga mampu memperoleh inspirasi dan mampu menginterpretasikan atau menafsirkan ajaran-ajaran Hindu secara terinci. Tafsiran tersebut nampak pada kalangan ummat Hindu sebagai aliram-aliran atau mashab filsfat yang disebut dengan Darsana.[5]
a.     Hubungan Veda dengan Darśana
Veda merupakan sabda Brahman, wahyu Tuhan yang menjadi sumber ajaran dan peganggan hidup agama Hindu, sedangkan Darśana pandangan para maharsi tentang kebenaran dan kemutlakan ajaran Veda dan alam semesta. Darśana Astika menjadikan Veda sebagai sumber kajian. Yang mana tujuan dari Darśana adalah untuk memperkuat pemahaman terhadap ajaran suci yang terkandung dalam Veda. Dengan mendalami Darśana, akan memberikan pencerahan (kejernihan) dalam mendalami dan mengamalkan ajaran Veda.
b.    Pokok-pokok ajaran Sad Darśana
1.      Saṁkhya
Ajaran ini dibangun oleh Maharsi Kāpila, beliau yang menulis Saṁkhyasūtra. Di dalam sastra Bhagavatapurāna disebutkan nama Maharsi Kāpila, putra Devahuti sebagai pembangun ajaran Saṁkhya yang bersifat theistic. Karya sastra mengenai Saṁkhya yang kini dapat diwarisi adalah Saṁkhyakarika yang di tulis oleh Īśvarakṛṣṇa. Ajaran Saṁkhya ini sudah sangat tua umurnya, dibuktikan dengan termuatanya ajaran Saṁkhya dalam sastra-sastra Śruti, Smrti, Itihasa dan Purana.
Kata Saṁkhya berarti: pemantulan, yaitu pemantulan filsafati. Ajaran Saṁkhya bersifat realistis karena didalamnya mengakui realitas dunia ini yang bebas dari roh. Disebut dualistis karena terdapat dua realitas yang saling bertentangan tetapi bisa berpadu, yaitu purusa dan prakrti.
2.      Yoga
Ajaran Yoga dibangun oleh Maharsi Patanjali, dan merupakan ajaran yang sangat populer di kalangan umat Hindu. Ajaran yoga merupakan ilmu yang bersifat praktis dari ajaran Veda. Yoga berakar dari kata Yuj yang berarti berhubungan, yaitu bertemunya roh individu (atman/purusa) dengan roh universal (Paramatman/Mahapurusa). Maharsi Patanjali mengartikan yoga sebagai Cittavrttinirodha yaitu penghentian gerak pikiran.
Kitab Yogasutra, yang terbagi atas empat bagian dan secara keseluruhan mengandung 194 sutra. Bagian pertama disebut: Samadhipada, sedangkan bagian kedua disebut: Sadhanapada, bagian ketiga disebut: Vibhutipada, dan yang terakhir disebut: Kailvalyapada.
3.      Mimamsa
Ajaran Mimamsa didirikan oleh Maharsi Jaimini, disebut juga dengan nama lain Purwa Mimamsa. Kata Mimamsa berarti penyelidikan. Penyelidikan sistematis terhadap Veda. Mimamsa secara khusus melakukan pengkajian pada bagian Veda: Brahmana dan Kalpasutra. Sumber ajaran ini tertuang dalam Jaiminiyasutra. Kitab ini terdiri atas 12 Adhyaya (bab) yang terbagi kedalam 60 pada atau bagian, yang isinya adalah aturan tata upacara menurut Veda.
4.      Nyaya
Ajaran Nyaya didirikan oleh Maharsi Aksapada Gotama, yang menyusun Nyayasutra, terdiri atas 5 adhyaya (bab) yang dibagi atas 5 pada (bagian). Kata Nyaya berarti penelitian analitis dan kritis. Ajaran ini berdasarka pada ilmu logika, sistematis, kronologis dan analitis.
5.      Vaisiseka
Ajaran Vaisiseka dipelopori oleh Maharsi Kanada, yang menyusun Vaisisekasutra. Meskipun sebagai sistem filsafat pada awalnya berdiri sendiri, namun dalam perkembangannya ajaran ini menjadi satu dengan Nyaya.
6.      Vedanta
Ajaran Vedanta, sering juga disebut dengan Uttara Mimamsa yaitu penyelidikan yang kedua, karena ajaran ini mengkaji bagian Weda, yaitu Upanisad. Kata Vedanta berakar kata dari Vedasya dan Antah yang berarti Akhir dari Weda. Sumber ajaran ini adalah kitab Vedantasutra atau dikenal juga dengan nama Brahmasutra. Pelopor ajaran ini adalah Maharsi Vyasa, atau dikenal juga dengan nama Badarayana atau Krishna Dwipayana.[6]
C.   Kitab Upanishad
Agama upanishad menentang ajaran-ajaran agama Brahmana, terutama mengenai ajaran korban. Agama ini didasarkan pada kitab-kitab Upanishad, yng merupakan kitab Weda yang paling muda usianya. Jumlahnya sangat banyak, dan ada yang merupakan tambahan bagi kitab-kitab Aranyaka. Isinya merupakan pemikiran falsafiyang berkisar seputar arti dan tujuan hidup dan masalah yang berkaitan dengan hakekat manusia dan alam semesta. Dari sini muncul beberapa konsep ajaran pokuk agama Hindu, seperti konsep Brahman dan Atman.
Masalah asal-usul dan tujuan manusia serta alam semasta digali secara mendalam dan mendasar dalam Upanishad. Isinya banyak yang tidak lagi bersumber pada para Brahmana, bahkan kitab itu menjadi penentang utama terhadap kekuasaan mutlak para Pendeta. Dibeberapa tempat Upanishad mengecam keras dan mengutuk arti dan nilai korban serta ritus-ritus yang diselengerahkan oleh para Brahmana.
Kitab-kitab Upanishad merupakan teks-teks India yang sangat terkenal. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin berdasarkan versi Persia (1801-1802), juga dalam bahasa Eropa lainnya, dan dianngap besar pengaruhnya di kalangan ahli fikir Barat.
Istila Upanishad  sendiri berasal dari kata upa, ni dan shad: upani = dekat, di dekatnya; dan shad = duduk. Jadi, Upanishad berarti “duduk dekat”, yaitu duduk di dekat seorang guru untuk menerima ajaran dan pengetahuan yang lebih tinggi. Istila ini selanjutnya menjadi nama agama. Kitab Upanishad berbentuk dialog antara seorang guru dan muridnya, atau antara seorang Brahmana dengan Brahmana lainnya. Kitab Upanishad  adalah salah satu bagian saja dari kitab-kitab Aranyaka yang isinya menekankan pada ajaran rahasia yang bersifat mistik dan megis.[7]

















D.   Daftar Pustaka
2.      Ali Mukti. Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988
3.      http://id.wikipedia.org/wiki/Sad_Darshana.






[1] http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=1170&cat=

[2] Ali Mukti. Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988. Hal. 58
[3] http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=1170&cat=
[4] http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=1170&cat=
[5] Ali Mukti. Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988. Hal. 57
[6]  http://id.wikipedia.org/wiki/Sad_Darshana.

[7] Ali Mukti. Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988. Hal. 72, 73